Masa Republik Indonesia Serikat (1949–1950)

Badan legislatif pada masa Republik Indonesia Serikat terbagi menjadi dua majelis, yaitu Senat yang beranggotakan 32 orang, dan Dewan Perwakilan Rakyat yang beranggotakan 146 orang (di mana 49 orang adalah perwakilan Republik Indonesia-Yogyakarta).[2] Hak yang dimiliki DPR adalah hak budget, inisiatif, dan amendemen, serta wewenang untuk menyusun RUU bersama pemerintah.[2] Selain itu DPR juga memiliki hak bertanya, hak interpelasi dan hak angket, namun tidak memiliki hak untuk menjatuhkan kabinet.[2] Dalam masa kerja yang amat singkat itu, kurang lebih setahun, berhasil diselesaikan 7 buah undang-undang, yang di antaranya adalah UU No. 7 tahun 1950 tentang perubahan Konstitusi Sementara RIS menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia; diajukan 16 mosi, dan 1 interpelasi, baik oleh Senat maupun DPR.[2]

Masa reformasi (1999–sekarang)

Banyaknya skandal korupsi, penyuapan dan kasus pelecehan seksual merupakan bentuk nyata bahwa DPR tidak lebih baik dibandingkan dengan yang sebelumnya. Mantan ketua MPR RI 1999–2004, Amien Rais, bahkan mengatakan DPR yang sekarang hanya merupakan stempel dari pemerintah karena tidak bisa melakukan fungsi pengawasannya demi membela kepentingan rakyat. Hal itu tercermin dari ketidakmampuan DPR dalam mengkritisi kebijakan pemerintah yang terbilang tidak pro rakyat seperti kenaikan BBM, kasus lumpur Lapindo, dan banyak kasus lagi. Selain itu, DPR masih menyisakan pekerjaan yakni belum terselesaikannya pembahasan beberapa undang-undang. Buruknya kinerja DPR pada era reformasi membuat rakyat sangat tidak puas terhadap para anggota legislatif. Ketidakpuasan rakyat tersebut dapat dilihat dari banyaknya aksi demonstrasi yang menentang kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak dikritisi oleh DPR. Banyaknya judicial review yang diajukan oleh masyarakat dalam menuntut keabsahan undang-undang yang dibuat oleh DPR saat ini juga mencerminkan bahwa produk hukum yang dihasilkan mereka tidak memuaskan rakyat.

DPR juga kerap dikritik oleh sebagian besar masyarakat Indonesia karena dianggap malas dalam bekerja. Hal ini terbukti dari pemberian fasilitas mewah, seperti gaji besar, kendaraan, dan perumahan, namun tidak sebanding dengan hasil yang diberikan. Hal lain yang sudah menjadi rahasia umum adalah banyaknya anggota yang "bolos" dalam sidang paripurna, atau sekadar "menitip absen", sehingga seolah-olah hadir, namun kenyataannya tidak. Kalaupun hadir, sebagian oknum anggota ternyata tidur saat sidang, main game, atau melakukan tindakan lain selain mengikuti proses rapat paripurna.

Dalam konsep Trias Politika, di mana DPR berperan sebagai lembaga legislatif yang berfungsi untuk membuat undang-undang dan mengawasi jalannya pelaksanaan undang-undang yang dilakukan oleh pemerintah sebagai lembaga eksekutif. Fungsi pengawasan dapat dikatakan telah berjalan dengan baik apabila DPR dapat melakukan tindakan kritis atas kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang tidak sesuai dengan kepentingan rakyat. Sementara itu, fungsi legislasi dapat dikatakan berjalan dengan baik apabila produk hukum yang dikeluarkan oleh DPR dapat memenuhi aspirasi dan kepentingan seluruh rakyat.

Syarat Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menurut UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu, syarat calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai berikut:

DPR mempunyai fungsi yaitu legislasi, anggaran, dan pengawasan yang dijalankan dalam kerangka representasi rakyat.

Fungsi Legislasi dilaksanakan untuk membentuk undang-undang bersama presiden saja.

Fungsi anggaran dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden.

Fungsi pengawasan dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan APBN.

DPR mempunyai beberapa hak, yaitu; hak interpelasi, hak angket, hak imunitas, dan hak menyatakan pendapat.

Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan Pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Hak angket adalah hak DPR menjelaskan pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Hak imunitas adalah kekebalan hukum di mana setiap anggota DPR tidak dapat dituntut di hadapan dan di luar pengadilan karena pernyataan, pertanyaan/pendapat yang dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam rapat-rapat DPR, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Tata Tertib dan kode etik.

Badan Akuntabilitas Keuangan Negara

Dalam amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 20A ayat satu menyatakan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Dalam rangka meningkatkan penguatan serta pengefektifan kelembagaan DPR RI dan mendukung tugas serta wewenang DPR RI khususnya dalam fungsi pengawasan, maka dari itu dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 pada pasal 112A sampai dengan pasal 112G dibentuk Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) yang telah ditetapkan menjadi salah satu Alat Kelengkapan Dewan (AKD) DPR RI.

BAKN merupakan alat kelengkapan dewan yang juga bersifat tetap, dalam hal pengawasan penggunaan keuangan negara yang berfungsi untuk melakukan telaahan terhadap laporan dari hasil pemeriksaan BPK RI. Maka dari itu, diharapkan keberadaan BAKN akan berkontribusi positif dalam pelaksaan transparansi serta akuntabilitas penggunaan keuangan negara dan juga menjaga kredibilitas atau kepercayaan publik DPR khususnya dalam melaksanakan fungsi pengawasan dewan.

Masa DPR hasil Dekret Presiden 1959 berdasarkan UUD 1945 (1959–1965)

Jumlah anggota sebanyak 262 orang kembali aktif setelah mengangkat sumpah. Dalam DPR terdapat 19 fraksi, didominasi PNI, Masjumi, NU, dan PKI.

Dengan Penpres No. 3 tahun 1960, Presiden membubarkan DPR karena DPR hanya menyetujui 36 miliar rupiah APBN dari 44 miliar yang diajukan. Sehubungan dengan hal tersebut, presiden mengeluarkan Penpres No. 4 tahun 1960 yang mengatur Susunan DPR-GR.

DPR-GR beranggotakan 283 orang yang semuanya diangkat oleh Presiden dengan Keppres No. 156 tahun 1960. Adapun salah satu kewajiban pimpinan DPR-GR adalah memberikan laporan kepada Presiden pada waktu-waktu tertentu, yang mana menyimpang dari pasal 5, 20, 21 UUD 1945. Selama 1960-1965, DPR-GR menghasilkan 117 UU dan 26 usul pernyataan pendapat.

Badan Akuntabilitas Keuangan Negara

Badan Akuntabilitas Keuangan Negara sebagai alat kelengkapan dewan yang bersifat tetap, dalam hal pengawasan penggunaan keuangan negara berfungsi untuk melakukan telaahan terhadap laporan hasil pemeriksaan BPK RI.[1] Diarsipkan 2021-10-05 di Wayback Machine. Oleh karena itu, diharapkan keberadaan BAKN akan berkontribusi positif dalam pelaksaanaan transparansi dan akuntabilitas penggunaan keuangan negara serta menjaga kredibilitas atau kepercayaan publik/masyarakat DPR RI khususnya dalam melaksanakan fungsi pengawasan dewan.

Sekretariat Jenderal DPR RI merupakan unsur penunjang DPR, yang berkedududukan sebagai Kesekretariatan Lembaga Negara yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal dan dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Pimpinan DPR. Sekretaris Jenderal diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Presiden atas usul Pimpinan DPR. Sekretariat Jenderal DPR RI personelnya terdiri atas Pegawai Negeri Sipil. Susunan organisasi dan tata kerja Sekretaris Jenderal ditetapkan dengan keputusan Presiden.

Sekretaris Jenderal dibantu oleh seorang Wakil Sekretaris Jenderal dan beberapa Deputi Sekretaris Jenderal yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Pimpinan DPR.

DPR dapat mengangkat sejumlah pakar/ahli sesuai dengan kebutuhan, dan dalam melaksanakan tugasnya Sekretariat Jenderal dapat membentuk Tim Asistensi.

Sekretaris Jenderal DPR RI saat ini dijabat oleh Indra Iskandar.[5]

memiliki naskah asli yang berkaitan dengan artikel ini:

memiliki naskah asli yang berkaitan dengan artikel ini:

kota jakarta pusat, dki jakarta Sekretariat Jenderal DPR RI, Bagian Hubungan Masyarakat dan Pengelolaan Museum

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Berikut adalah daftar anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009–2014, ditampilkan berdasarkan provinsi yang diwakilinya.[1][2][3]

Tugas DPR dijabarkan dalam UU No. 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD Pasal 72

(tidak mengalami perubahan isi pasal pada perubahan kedua dan ketiga UU MD3):

DPR mempunyai hak: interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.

Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

Hak Menyatakan Pendapat

Hak menyatakan pendapat adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat atas:

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Suasana rapat Panitia Khusus Hak Angket Bank Century saat menghadirkan Mantan Kabareskrim Komjen Pol. Susno Duadji untuk dimintai keterangan perihal kasus Bank Century di gedung DPR, Jakarta, Rabu (20/1/2010).

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Para menteri Kabinet Indonesia Maju bersiap berfoto bersama pimpinan DPR RI di akhir rapat paripurna DPR RI masa persidangan I tahun sidang 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). Rapat paripurna secara resmi mengesahkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Dalam rapat paripurna, Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menyampaikan penolakan terhadap rencana rapat paripurna untuk mengesahkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.

Alat Kelengkapan DPR terdiri:

Pimpinan DPR terdiri atas satu orang ketua dan lima orang wakil ketua yang berasal dari anggota DPR dan dipilih oleh anggota DPR. Bakal calon pimpinan DPR berasal dari fraksi dan disampaikan dalam rapat paripurna DPR.

Setiap fraksi dapat mengajukan satu orang bakal calon pimpinan DPR yang akan dipilih secara musyawarah untuk mufakat dan ditetapkan dalam rapat paripurna DPR. Jika musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pimpinan DPR dipilih dengan pemungutan suara dan yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pimpinan DPR dalam rapat paripurna DPR.

Badan Musyawarah dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Musyawarah pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang.

Anggota Badan Musyawarah berjumlah paling banyak sepersepuluh dari jumlah anggota berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi yang ditetapkan oleh rapat paripurna.

Tugas Badan Musyawarah :

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Ketua DPR Puan Maharani bersama wakilnya makan di kantin DPR, Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (8/10/2019). Puan yang didampingi Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin, Sufmi Dasco Ahmad dan Rachmat Gobel berkeliling meninjau fasilitas di DPR. Tempat lain yang juga dikunjungi seperti pos pengamanan obyek vital di sekitar gerbang DPR, ruang badan musyawarah, ruang wartawan, warung jantung sehat, serta menemui petugas keamanan yang berjaga di DPR.

Susunan dan keanggotaan komisi ditetapkan oleh DPR dalam Rapat Paripurna DPR menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Keanggotaan komisi bisa juga ditetapkan pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang. Setiap anggota, kecuali Pimpinan MPR dan DPR, harus menjadi anggota salah satu komisi.

Jumlah komisi, partner atau pasangan kerja komisi dan ruang lingkup tugas komisi diatur lebih lanjut dengan keputusan DPR. Pasangan kerja komisi bisa berasal dari institusi pemerintah, baik lembaga kementerian negara maupun lembaga nonkementerian serta sekretariat lembaga negara.

Semua komisi di DPR memiliki tugas umum dalam bidang legislasi, anggaran, pengawasan. Namun, mempunyai ruang lingkup khusus yang lebih spesifik pada masing-masing komisi. Dalam pembentukan undang-undang, setiap komisi mengadakan persiapan, penyusunan, pembahasan, dan penyempurnaan Rancangan Undang-Undang.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Suasana di ruang Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, saat menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) secara virtual tentang Rancangan Undang-Undang atau RUU Cipta Kerja bersama pengusaha Emil Arifin, Selasa (5/5/2020). Pekan lalu, Baleg DPR RI juga menggelar RDPU dengan sejumlah pakar hukum dan perundangan untuk menghimpun masukan terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Sebelumnya, pemerintah telah menyatakan menunda pembahasan draf RUU Cipta Kerja supaya pemerintah dan DPR memiliki waktu yang lebih banyak untuk mendalami substansi dari pasal-pasal yang berkaitan tentang cipta kerja.

Memiliki ruang lingkup tugas pada bidang pertahanan, luar negeri, komunikasi dan informatika, dan intelijen.

Memiliki ruang lingkup tugas pada bidang pemerintahan dalam negeri, otonomi daerah, aparatur negara, reformasi birokrasi, kepemiluan, pertanahan dan reforma agraria.

Memiliki tugas dengan ruang lingkup bidang hukum, HAM, dan keamanan.

Memiliki tugas dalam ruang lingkup tugas pada bidang pertanian, lingkungan hidup, kehutanan, dan kelautan.

Memiliki ruang lingkup tugas pada bidang infrastruktur, transportasi, daerah tertinggal, transmigrasi, meteorologi, klimatologi, dan geofisika.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Suasana rapat Panitia Kerja Badan Legislasi DPR melanjutkan pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU Cipta Kerja di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/8/2020).

Memiliki ruang lingkup tugas pada bidang energi, riset dan teknologi.

8. Komisi VIII DPR RI

Memiliki ruang lingkup tugas pada bidang agama, sosial, kebencanaan, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.

Memiliki ruang lingkup tugas pada bidang kesehatan, ketenagakerjaan, dan kependudukan.

Memiliki ruang lingkup tugas pada bidang pendidikan, olahraga, pariwisata, dan ekonomi kreatif.

Memiliki ruang lingkup tugas pada bidang keuangan, perencanaan pembangunan nasional, dan perbankan.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Tampilan layar saat Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengikuti rapat secara virtual bersama Komisi III DPR RI serta pimpinan lembaga dari Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kepolisian RI (Polri) di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/9/2020). Tingginya tingkat penularan Covid-19 di Jakarta membuat sejumlah rapat kerja lembaga tinggi negara dilaksanakan secara virtual.

Dibentuk oleh DPR yang merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Legislasi pada permulaan masa keanggotaan DPR, permulaan tahun sidang, dan pada setiap masa sidang.

Jumlah anggota Badan Legislasi paling banyak dua kali jumlah anggota komisi, yang mencerminkan keterwakilan fraksi dan komisi. Pada Periode 2019–2024 Badan Legislasi memiliki anggota yang mewakili 9 fraksi.

Pimpinan Badan Legislasi

Badan Legislasi memiliki sejumlah tugas berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, serta DPRD) di antaranya seperti:

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas menyerahkan laporan hasil pembahasan Omnibus Law Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja kepada Ketua DPR RI Puan Maharani dalam rapat paripurna DPR RI masa persidangan I tahun sidang 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). Rapat paripurna hari itu secara resmi mengesahkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. RUU Cipta Kerja yang diusulkan oleh pemerintah dan mulai dibahas DPR bersama pemerintah pada April 2020 tersebut mendapat banyak penolakan dari masyarakat sipil selama dalam pembahasan. Pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja telah dilakukan sebanyak 64 kali pertemuan, 2 kali rapat kerja dan 56 kali rapat panitia kerja serta terdiri dari 15 bab dan 174 pasal.

Dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Anggaran menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR serta pada permulaan tahun sidang. Susunan dan anggota Badan Anggaran terdiri dari anggota dari tiap komisi yang dipilih oleh komisi dengan memperhatikan perimbangan jumlah anggota dan juga usulan fraksi.

Tugas Badan Anggaran :

Masa DPR Gotong Royong tanpa Partai Komunis Indonesia (1965–1966)

Setelah peristiwa G.30.S/PKI, DPR-GR membekukan sementara 62 orang anggota DPR-GR eks PKI dan ormas-ormasnya. DPR-GR tanpa PKI dalam masa kerjanya 1 tahun, telah mengalami 4 kali perubahan komposisi pimpinan, yaitu: a. Periode 15 November 1965 – 26 Februari 1966. b. Periode 26 Februari 1966 – 2 Mei 1966. c. Periode 2 Mei 1966 – 16 Mei 1966. d. Periode 17 Mei 1966 – 19 November 1966. Secara hukum, kedudukan pimpinan DPR-GR masih berstatus sebagai pembantu Presiden sepanjang Peraturan Presiden No. 32 tahun 1964 belum dicabut.

Dalam rangka menanggapi situasi masa transisi, DPR-GR memutuskan untuk membentuk 2 buah panitia: a. Panitia politik, berfungsi mengikuti perkembangan dalam berbagai masalah bidang politik. b. Panitia ekonomi, keuangan dan pembangunan, bertugas memonitor situasi ekonomi dan keuangan serta membuat konsepsi tentang pokok-pokok pemikiran ke arah pemecahannya.

Mahkamah Kehormatan Dewan

Mahkamah Kehormatan Dewan dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Mahkamah Kehormatan Dewan dengan memperhatikan perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Anggota Badan Kehormatan berjumlah 17 (tujuh belas) orang dan ditetapkan dalam rapat paripurna pada permulaan masa keanggotan DPR dan pada permulaan tahun sidang.

Masa Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (1950–1956)

Pada tanggal 14 Agustus 1950, DPR dan Senat RIS menyetujui Rancangan UUDS NKRI (UU No. 7/1950, LN No. 56/1950). Pada tanggal 15 Agustus 1950, DPR dan Senat RIS mengadakan rapat di mana dibacakan piagam pernyataan terbentuknya NKRI yang bertujuan: 1. Pembubaran secara resmi negara RIS yang berbentuk federasi; 2. Pembentukan NKRI yang meliputi seluruh daerah Indonesia dengan UUDS yang mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950.

Sesuai isi Pasal 77 UUDS, ditetapkan jumlah anggota DPRS adalah 236 orang, yaitu 148 anggota dari DPR RIS, 29 anggota dari Senat RIS, 46 anggota dari Badan Pekerja Komite Nasional Pusat, dan 13 anggota dari DPA RI Yogyakarta.

Badan Kerja Sama Antar-Parlemen

Badan Kerja Sama Antar-Parlemen, yang selanjutnya disingkat BKSAP, dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan BKSAP pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota BKSAP ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang.

Masa DPR hasil pemilu 1955 (1956–1959)

DPR ini adalah hasil pemilu 1955 yang jumlah anggota yang dipilih sebanyak 272 orang. Pemilu 1955 juga memilih 542 orang anggota konstituante.

Tugas dan wewenang DPR hasil pemilu 1955 sama dengan posisi DPRS secara keseluruhan, karena landasan hukum yang berlaku adalah UUDS. Banyaknya jumlah fraksi di DPR serta tidak adanya satu dua partai yang kuat, telah memberi bayangan bahwa pemerintah merupakan hasil koalisi. Dalam masa ini terdapat 3 kabinet yaitu kabinet Burhanuddin Harahap, kabinet Ali Sastroamidjojo, dan kabinet Djuanda.